Sunday, January 10, 2010
Our Journey - Chapter I: The Birth of Our Little Princess
Hai, perkenalkan...
Kami adalah orang tua dari seorang anak perempuan yang cantik bernama Gabriella Marissa Davina Cahyono, dan inilah sedikit kisah perjalanan yang kami tempuh....
Introduction
Nama : Dominikus Donny Indra Cahyono & Fransiska Nurdiana Sunarjo
TTL : Malang / 7 Desember 1979 & Surabaya / 16 Mei 1980
Pernikahan : Gereja St. Aloysius Gonzaga, Surabaya / 08 Juli 2007
Romo : A.P. Dwi Joko, Pr.
Kami pertama kali bertemu di Unika widya Mandala Surabaya, Fakultas Teknologi Pertanian dengan Program Studi Teknologi Pangan dan Gizi.
Kami mulai melakukan pengenalan, yang istilahnya adalah berpacaran, mulai 21 Juni 1999 hingga 8 tahun kemudian kami memutuskan dan direstui oleh orangtua kami masing-masing untuk menikah.
Betapa gembira kami mendapakan restu dari orang tua kami untuk menikah, kami mulai menyusun budget, menyusun daftar tamu, dll-nya......
selama proses ini kami menyadari ternyata proses menikah itu tidak sesederhana seperti yang terlihat, kami harus pontang-panting kesana-kesini mencari vendor penyedia kebutuhan pernikahan kami, membandingkan harga, membandingkan kualitas barang, kami juga harus menahan benar keinginan-keinginan liar kami untuk mengadakan sebuah acara yang diluar budget keuangan, impian kami saat itu hanyalah mengadakan upacara pernikahan yang sederhana namun memberikan kesan yang manis dan indah.
Walaupun kami masih harus bekerja dan kesulitan membagi waktu, namun Tuhan sungguh luar biasa, Dia menunjukkan jalan keluar untuk semua permasalahan kami, Dia menyediakan apa yang kami butuhkan, Dia juga memberikan banyak kerabat dan teman untuk membantu kami. Problem keuangan kami bisa teratasi, problem waktu dan banyak problem lainnya kami bisa diatasi, puji Tuhan Raja Semesta Alam.
Setelah masa persiapan, tibalah hari yang kami nantikan. Tanggal 8 Juli 2007 kami melangsungkan upacara pernikahan kami.
Dimulai dengan upacara adat Cina dimana pengantin pria akan berpamitan kepada orangtuanya untuk melamar sang mempelai wanita. Tiba di kediaman mempelai wanita tidak begitu saja sang pengantin pria bertemu dengannya. Mempelai pria harus menyalami wali keluarga mempelai wanita dan ditemukan dengan jodohnya tersebut secara berpunggung-punggungan....lucu juga bila dipikir dengan logika namun ini adalah adat yang sudah sedikit pudar dan sudah bercampur baur sehingga kami hanya berpikir, “ Apa salahnya mengikuti upacara adat ini? Percaya-tidak percaya ya kita jalani sajalah”.
Setelah proses “pertemuan” dan “perkenalan” tersebut akhirnya kisah ini berakhir dengan memboyong sang istri kembali ke rumah mempelai pria untuk diperkenalkan dengan orang tua sang pengantin pria.
Setelah prosesi adat, kami menuju Gereja Katolik St. Aloysius Gonzaga di Surabaya. Oh ya, meskipun saya dari malang namun banyak teman dan kerabat yang berada di Surabaya, jadi kami memutuskan untuk melangsungkan acara pemberkatan di Surabaya.
Kembali ke Sakramen Pemberkatan. Upacara dimulai dengan lagu pembukaan, berkat rekan-rekan dari Jubilate Singers dan A.G. Voice maka kami berani sedikit memberikan kesan spesial di Sakramen ini, saya memberanikan diri untuk bernyanyi pada saat lagu pembukaan, “Everytime You Look at Me” dari Il Divo yang cukup mencekik leher mengalun dari mulutku dibantu oleh Aan dan Adit sebagai backing vocal dan Eric di orgen. Sakramen ini secara umum berlangsung dengan baik, meski harus diakui ada kekurangan disana-sini. Pelajaran yang cukup baik adalah bahwa komunikasi harus terus berjalan dengan keluarga, minta bantuan bukan berarti kita lemah namun dengan banyak kepala dan tenaga yang membantu maka segala usaha akan berlangsung dengan lebih baik.
Sejak hari itu, kami berdua resmi menjadi suami-istri yang sah. Kami tinggal di Jl. Tambak rejo 77i, rumah keluarga Diana. Baru beberapa saat tinggal di rumah tersebut, muncul masalah-masalah yang tidak pernah kami duga sebelumnya, keinginan dari keluarga yang lain untuk menguasai atau...paling tidak memiliki bagian dari rumah tambak rejo membuat rutinitas sehari-hari kami terganggu dengan bayangan-bayangan konyol hasil lontaran perkataan-perkataan mereka. Yang mau buka usaha disitu lah, yang mau ini lah eh, akhirnya malah minta dijual dan kami disuruh segera pergi dari rumah itu segera setelah rumah tambak rejo tersebut laku dibeli oleh orang lain.
Kondisi kami saat itu cukup kacau. Mama yang meng'anakemas'kan sang adik, tidak bisa berkutik dengan keinginan-keinginan anak emasnya. Minta dibantu ini-itu, harus begini-begitu,namun karena cinta pada anaknya kepala dijadikan kaki dan kaki dijadikan kepala, inilah HEBAT-nya kasih seorang Mama!
Sisi yang kurang menyenangkan justru terjadi pada kami, setelah di”pekerjakan” sang adik, mama kembali dengan membawa segudang keluh kesah, membawa segumpal sakit yang tidak dirasakan dari sang adik. Dianggapnya itu adalah kesalahan kami, kami adalah tempat sampah untuk menampung itu semua dan menerima kasih sayang yang kurang adil dari mama.
Tapi kami masih SANGAT beruntung sekali memiliki teman dan saudara yang lain. Di awal kehamilannya, Diana bisa merasakan nikmatnya melancong ke Hongkong-China, kami juga memiliki referensi yang luar biasa terhadap dokter kandungan untuk pemeriksaan kandungan Diana, rejeki yang diberikan Tuhan untuk si jabang bayi juga sungguh luar biasa.
Pada sekitar kehamilan triwulan kedua thn 2008 Ko Denny punya ide untuk mencari tempat tinggal (rumah), ajakan dia sungguh sebuah jalan dari Tuhan bagi kami untuk menemukan rumah ini, rumah di Vila Valensia yang pernah aku sendiri idamkan sekitar tahun 2005, proses KPR yang luar biasa mudah juga kami dapatkan dari BCA melalui seorang yang bernama Ce Yung-yung. Puji Tuhan sekali lagi bahwa uang tunai untuk membayar down payment rumah ini yang begitu besar juga tersedia dari keluarga dan teman-teman kami, meskipun statusnya meminjam, namun kami mampu mengembalikan seluruhnya.
Tibalah saat untuk melahirkan si kecil, pemeriksaan kandungan yang terakhir menunjukkan tidak ada masalah pada ibu dan anaknya, kami percaya 100% kepada dr. Amang. Hingga tanggal 13 September 2009 pagi Diana mengalami bocor pada ketubannya. Kami segera berangkat ke RS. Adi Husada Undaan, Diana segera ditangani dengan sigap oleh petugas dan perawat disana, Puji Tuhan sekali lagi.
Peristiwa besar juga kami alami disaat menunggu proses persalinan ini, kami yang diluar harus menjaga kesabaran yang luar biasa untuk menunggu apa-apa yang terjadi di ruang persiapan persalinan, tidak tahu apa yang terjadi, tidak mengerti apa proses selanjutnya dan yang utama: mengapa pembukaan jalan lahir tidak bertambah? Bayangan untuk proses operasi caesar (dan tentu saja biayanya) sudah mulai nampak di depan mata.
Saat suster memperbolehkan aku menjenguk istriku tercinta, nampak Diana terbaring di ranjang dengan kondisi yang cukup lelah. Mengalami suntikan induksi dan antibiotik, mengalami pemeriksaan sepanjang malam membuat dia tidak banyak beristirahat, kabar yang kami nanti juga tak kunjung tiba sedangkan waktu terus berjalan, jika kondisi ini berlanjut maka untuk menghindari infeksi pada bayi (karena ketubannya bocor maka ditakutkan bakteri bisa masuk) maka menurut dr. Amang harus segera dilakukan operasi caesar. Penantian dan terapi hypnobirthing selama ini cukup membuahkan hasil, rasa sakit bisa dialihkan dan tidak terasa namun sayang karena harus dilakukan operasi bukan kelahiran normal, tapi mau bagaimana lagi?
Dalam ruang bersalin, mulai hari Sabtu jam 11.00, hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa telah terjadi bukaan 1. Kemudian dr. Amang menyarankan agar diberi infus (yang pada akhirnya kami baru tahu kalau infus itu berisi cairan induksi), dimana sampai malam hari Diana sudah menghabiskan 3 botol infus. Tapi lucunya, banyak orang yang mengatakan bahwa induksi akan mendatangkan kontraksi yang hebat sehingga sang mama akan mengalami kesakitan yang luar biasa. Ternyata hal ini tidak dialami oleh Diana, Diana tidak merasakan apa-apa. Sampai akhirnya setelah dipasangi alat pendeteksi denyut jantung bayi dan pengukur kontraksi pada perut Diana, akhirnya baru diketahui bahwa kontraksi semakin cepat dan semakin kuat. Suster pun segera mengecek bukaan jalan lahir, tapi lagi-lagi hasilnya masih bukaan 1. Kemudian setelah berkonsultasi dengan dr. Amang, beliau menyarankan agar dilakukan suntikan (lagi-lagi kami tidak mengetahui bahwa itu adalah suntikan induksi, yang katanya suntikan induksi ini akan menghasilkan kesakitan yang lebih hebat daripada infus induksi). Dan hasilnya di luar perkiraan, Diana tetap tidak merasakan apa-apa. Malah ketika mengetahui bahwa itu adalah suntikan induksi, secara diam-diam Diana berdoa agar kontraksi semakin terasa hebatnya sehingga bukaan jalan lahir pun bertambah. Tapi setelah diperiksa ternyata hasilnya cuman terjadi bukaan 1,5. Akhirnya dr. Amang memutuskan apabila sampai sabtu tengah malam bukaan jalan lahir tidak bertambah, maka harus dilakukan operasi pada hari Minggu pagi.
Saat suster datang memberitahukan hal ini kepada Diana dan kemudian mengusulkan agar Diana membicarakan hal ini kepadaku, maka setelah aku diijinkan masuk ke ruang bersalin, langsung Diana menangis karena dari awal kami berdua memutuskan untuk melahirkan secara normal. Tapi akhirnya, kami memutuskan untuk menerima anjuran dari dr. Amang demi keselamatan buah hati kami.
Akhirnya ditentukanlah operasi caesar pada hari Minggu, 14 September 2008 jam 09.00.
Satu lagi bantuan dari dokter amang yang luar biasa, dia memaksakan suami untuk mendampingi di dalam proses operasi ini. Padahal hal ini tidak umum di rumah sakit Adi husada undaan (semua petugas saat itu sampai heran dan kaget karena “dimarahi” dokter amang (katanya). Dan dalam hal ini, Diana pun sempat ditegur oleh petugas, mereka bertanya “ibu ya yang minta agar ditemani suami-nya”.
Pengalaman yang luar biasa saat itu, hanya dalam waktu kurang dari 30 menit, semua proses operasi caesar tersebut sudah selesai. Pengalaman luar biasa bisa menyaksikan proses kelahiran putri pertama kami tercinta ke dunia, melihatnya keluar dari kandungan, mendengar dia menangis begitu kerasnya untuk pertama kali, melihatnya dibersihkan oleh bidan / suster sungguh luar biasa.
Menanti Diana keluar dari ruang operasi dengan sehat juga penantian yang cukup membuat penasaran, belum lagi keinginan untuk menceritakan semuanya....bikin hati tidak tenang. Tapi semua terbayar begitu meliha istriku sehat dan gembira, begitu gembiranya juga melihat bayi yang sudah bersih diletakkan disampingnya. Thank God for everything.
Hal-hal yang luar biasa juga masih terjadi bertubi-tubi. dr. Amang begitu baik hati karena membantu memberi banyak discount pada biaya kami seluruhnya, hingga pembayaran biaya rumah sakit dibebankan lebih murah dari biaya standart yang ada dan semuanya sudah nilai nett termasuk obat, suntik dan antibiotik yang diberikan sebelumnya.
Yang lebih luar biasa lagi, istriku merupakan istri terhebat didunia bagiku. Meskipun merupakan new mother namun pengetahuannya mengenai bayi sungguh diluar dugaan, kesabaran dan ketegasannya juga luar biasa. Hal yang terutama adalah PENGORBANAN yang dilakukan demi anak kami tercinta, TAK TERGANTIKAN!!!
by the way, nama anak kami adalah
Gabriella → diambil dari malaikat Gabriel sang pembawa kabar sukacita
Marissa → diambil dari almarhumah mama yang kami cintai
Davina → nama yang kami pilih dengan arti Yang Terkasih/ Yang Dikasihi
Cahyono → nama keluarga
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment